Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha berkunjung ke penerbit buku Intan Pariwara di Klaten, Jawa Tengah, Senin (20/6/22). Kunjungan tersebut dalam rangka menyerap masukan tentang industri perbukuan, terutama terkait dengan penerbitan buku untuk sekolah dan perpustakaan. Dewan Direktur Intan Pariwara hadir pada diskusi dengan Ketua Umum Ikapi, yaitu Direktur Utama Edy Purwono dan para direktur, Tomy Utomo Putro, Nanang, dan Parmanta.

Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa saat ini terdapat kesenjangan antara buku yang benar-benar menarik minat baca di pasar retail seperti toko buku dan buku yang hadir di sekolah-sekolah, sehingga gerakan literasi yang sangat mengandalkan peran sekolah mengalami kendala. Salah satu penyebabnya adalah penetapan harga eceran tertinggi (HET) buku untuk sekolah yang sangat rendah dan lebih mencerminkan buku sebagai komoditas berbahan baku kertas dan tinta, alih-alih sebagai produk kreatif berbasis kekayaan intelektual. Konten sebagai bagian utama buku tidak terwakili dalam penetapan harga tersebut. Akibatnya, banyak penerbit yang memiliki buku bermutu dan laku di pasar eceran tidak bersedia menjual buku-buku tersebut ke sekolah-sekolah.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Ikapi Arys Hilman Nugraha juga mendapatkan masukan dari para Pengurus Daerah Ikapi Yogyakarta. Dalam diskusi yang berlangsung pada Selasa (21/6/22) di Yogyakarta, hadir Wakil Ketua PD Ikapi Yogyakarta Sasongko Iswandaru bersama Miftachul Huda (bendahara) dan Lalu Bintang W Putra (kepala Divisi Humas dan Media).

Terungkap dalam diskusi tersebut kesulitan para penerbit untuk mendapatkan ISBN dan lambatnya pengeluaran ISBN oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) beberapa waktu belakangan. Hal ini memperburuk kondisi industri penerbitan yang sebelumnya sudah tertimpa kesulitan akibat pandemi Covid-19.

Perpusnas telah mengeluarkan 623.000 ISBN dalam empat tahun terakhir, sehingga jatah 1.000.000 block number yang diberikan kantor pusat ISBN di London diperkirakan akan segera habis dalam waktu 2 tahun ke depan. Jumlah penggunaan ini dinilai tidak wajar karena block number sebelumnya habis dalam kurun 18 tahun (1986-2003) dan 15 tahun (2003-2018).

Lonjakan ISBN di Indonesia tidak mencerminkan jumlah produksi buku. Banyak kategori karya yang tidak memerlukan ISBN tetapi diajukan ke Perpusnas, misalnya berupa laporan lembaga, laporan kegiatan, laporan hasil penelitian, buku ajar, modul, petunjuk praktikum, diktat, prosiding seminar, orasi ilmiah, skripsi, tugas mahasiswa, dan laporan KKN. Padahal fungsi ISBN adalah sebagai identitas buku-buku untuk umum yang diedarkan melalui rantai pasok seperti toko-toko buku.

Perpusnas kemudian memperketat pemberian ISBN, tetapi dalam pelaksanaannya para penerbit, termasuk di wilayah DI Yogyakarta, menjadi korban karena kelambatan pelayanan. Seharusnya ISBN dapat keluar dalam waktu 3 hari, sekarang harus menunggu hingga 3 pekan.

Skip to content