Kongres ke-33 Penerbit Internasional (The 33rd International Publishers Congress) telah dimulai Kamis, 10 November 2022.

Dalam sambutan pada pembukaan kongres, Ketua Umum Ikapi, Arys Hilman Nugraha, menyampaikan apresiasi kepada International Publishers Association (IPA) yang telah memberi Jakarta kesempatan untuk menjadi tuan rumah forum yang penting dalam industri buku.

Menurut Ketum Ikapi, saat ini adalah masa yang penting bagi IPA, para penerbit, dan stakeholder perbukuan lainnya untuk berkolaborasi. Seperti diketahui, selama beberapa tahun belakangan, dunia menghadapi kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya karena efek pandemi Covid-19 dan disrupsi digital.

Pandemi Covid-19 sendiri telah mendisrupsi industri buku dalam tiga faktor: hilangnya pendapatan, perubahan pola pengeluaran uang, dan terganggunya pasokan. Isu-isu tersebut juga terjadi di banyak negara. Ratusan juta orang bisa jadi tak lagi mampu membeli buku. Sebab, mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok. Kondisi ini berpengaruh pada makin suburnya pembajakan buku, karena harga buku-buku bajakan yang lebih terjangkau.

Indonesia adalah rumah bagi keragaman terbesar di dunia, dengan seribu tiga ratus etnis dan lebih dari tujuh ratus bahasa daerah. Sebagaimana disrupsi teknologi, hal ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang. Tidak mudah bagi Indonesia menjaga keharmonisan dengan begitu banyak perbedaan. Namun, di sinilah terdapat peluang, yakni mengeksplorasi keragaman budaya sebagai sumber kekayaan tak terbatas bagi buku-buku yang diterbitkan. Menurut data Perpustakaan Nasional RI, terdapat enam ribu lima ratus dua penerbit yang menerbitkan buku pada tahun 2021. Hampir 75 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Ikapi percaya pentingnya mendukung penerbitan bahasa asli dan menyuarakan kelompok-kelompok yang kurang terwakili. Dari ratusan bahasa yang Indonesia miliki, menurut Kemendikbud hanya 23 bahasa yang masuk dalam kategori aman. Sebagian besar lainnya termasuk dalam kelompok bahasa yang rentan dan terancam punah. Bahkan, 11 lainnya telah punah. IPA dan Ikapi memiliki kesamaan, yakni bekerja secara bebas untuk menerbitkan buku, transformasi digital, penguatan literasi, keragaman dan inklusi, menghormati hak cipta, dan memerangi pembajakan buku. Kita berada di perahu yang sama dalam mengurangi angka buta huruf. Inilah saatnya menguatkan kerjasama dan koordinasi multilateral untuk bertahan menstabilkan industri buku. Sebab, berjalan bersama lebih efektif dibanding berjalan sendiri. Kolaborasi telah menjadi syarat utama untuk menguatkan pembangunan ekonomi dan inklusivitas dalam industri buku. Kita harus lebih banyak bertemu dan memperluas jaringan. []

Skip to content