Buku-buku bergenre thriller dan misteri sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Namun, kebanyakan ditulis oleh penulis luar negeri. Belakangan, muncul penulis-penulis muda bertalenta menulis buku bergenre ini, salah satunya adalah Chandra Bientang, yang meraih Ikapi Award sebagai Rookie of the Year 2022 pada November tahun lalu.

Kaget Terpilih sebagai Rookie of the Year Ikapi Award 2022
Penulis bernama lengkap Chandra Bientang Anggarie ini gembira sekaligus kaget saat mendapat kabar terpilih sebagai Rookie of the Year Ikapi Award 2022. Sebab, menurut Chandra, ia baru tiga tahun ini menerbitkan buku, jadi tidak menyangka nama ataupun buku-bukunya diperhitungkan dalam penghargaan nasional seperti Ikapi Awards.

Sepertinya Chandra “lupa”, walaupun karyanya belum banyak, tapi ia telah meraih beberapa penghargaan J. Beberapa penghargaan tersebut antara lain: dana penerjemahan nukilan dari LitRi Foundation Komite Buku Nasional (2019) untuk novel Dua Dini Hari, terpilih sebagai Emerging Writer di Ubud Writers & Readers Festival (2019), Author of the Year dan Best Novel untuk novel Dua Dini Hari pada Scarlet Pen Awards (2020), dan Best Novel dan Best Mystery untuk novel Sang Peramal pada Scarlet Pen Awards (2022).

Pengalaman Masa Kecil Mempengaruhi Pilihan Genre Tulisan
Meski baru menerbitkan buku tiga tahun belakangan, perempuan kelahiran Jakarta, 17 Februari 1989 ini sebenarnya telah mulai menulis sejak sekolah dasar. Kala itu Chandra menyukai serial Lima Sekawan karya Enid Blyton dan bacaan bertema misteri, detektif, dan thriller. “Kalau diingat-ingat lagi, saya bahkan pernah membuat grup detektif kecil-kecilan sewaktu SD. Biasanya kami pergi ke belakang sekolah atau rumah-rumah kosong, membayangkan ada misteri yang harus dipercahkan. Mungkin minat ini terbawa hingga ke gaya penulisan saya,” kenang Chandra.

Ketika Noura Publishing mengadakan sayembara menulis novel thriller, Chandra pun mencobanya dan berhasil. Naskah Dua Dini Hari terpilih sebagai karya yang pertama kali diterbitkan dalam lini Urban Thriller penerbit tersebut.

Menurut Chandra, secara umum novel-novel thriller sebenarnya telah diminati pembaca Indonesia sejak dulu. Hanya saja yang mendominasi pasar adalah novel-novel terjemahan. “Novel-novel thriller penulis lokal menurut saya masih kurang gaungnya. Tapi saya tidak khawatir, karena banyak sekali komunitas dan penerbit mulai bergerilya mengampanyekan karya-karya thriller dalam negeri. Ini bisa terjadi karena perkembangan media sosial yang pesat. Bahkan, ada yang sudah mulai menyelenggarakan penghargaan tersendiri untuk novel-novel bergenre thriller/misteri/horor seperti Scarlet Pen Awards.

Tidak Malu Mengakui Writer’s Block
Sebagai penulis, Chandra kerap mengalami writer’s block dan ia tidak malu mengakuinya. “Ini kondisi lumrah ketika seorang penulis membutuhkan rehat setelah mencurahkan segenap tenaga untuk tulisannya. Terkadang saya jenuh setelah menulis begitu banyak. Saat mengalaminya saya mengalihkan pikiran untuk kegiatan lain seperti memasak, berkebun, menggambar, atau sesederhana bermain dengan kucing-kucing liar,” tutur Chandra. “Bahkan dengan riset yang memadai sekalipun, seorang penulis masih bisa mengalami writer’s block. Tersendat-sendat. Hal ini karena menulis fiksi berbeda dengan menulis skripsi atau laporan penelitian, di mana data dapat diperlakukan apa adanya sebagai data. Menulis fiksi membutuhkan kepiawaian merajut data menjadi bagian yang alami dalam cerita. Di sinilah saya menemukan tantangan itu,” tambah penulis yang sangat memfavoritkan Agatha Christie.

“Saya tahu ini kedengaran klise. Namun, perkenalan pertama saya dengan bacaan thriller memang melalui karya-karya Agatha Christie. Saya tidak begitu menyukai action-thriller, lebih menyukai yang bernuansa misterius, intrik antar-karakter serta rahasia-rahasia yang mereka miliki. Jadi, novel-novel Christie cocok untuk saya,” jelas Chandra yang menghabiskan masa sekolah SMP dan SMA di Bogor.

Selain Agatha Christie, alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini juga menyukai karya-karya Edgar Allan Poe dan Stephen King, serta merekomendasikan pembaca yang mau memulai membaca karya thriller, untuk membaca karya Poe dan King. “Bagi saya keduanya memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk karya thriller/horor/misteri yang bagus. Seru, mencekam, tetapi tidak melupakan rasa dan estetika bahasa. Saya juga merekomendasikan beberapa novel Umberto Eco yang bernuansa thriller, yaitu The Name of The Rose, The Prague Cemetery, dan Foucault’s Pendulum. Ada pula beberapa novel yang baru-baru ini saya baca, di antaranya The Turn of the Key karya Ruth Ware, yang menurut saya merupakan versi kontemporer novela The Turn of The Screw karya Henry James dan Lies Hidden in My Backyard karya Kim Jin Yeong. Keduanya cukup menarik.”

Ingin Karya-karyanya Diterjemahkan
Meski sudah dikenal sebagai penulis genre thriller dan nyaman dengan pilihan tersebut, Chandra tertarik mengeksplorasi genre lain seperti fantasi, realisme magis, bildungsroman, dan dongeng. “Sewaktu remaja saya menyukai karya-karya Oscar Wilde, jadi saya ingin juga menulis cerita-cerita seperti itu,” kata Chandra.

Harapan Chandra yang lain adalah ingin novel-novelnya diterjemahkan sehingga dapat dibaca oleh lebih banyak orang. “Ini mungkin impian semua penulis Indonesia. Saat ini masih sedikit sekali karya penulis Indonesia yang diterjemahkan dan diterbitkan di luar. Akibatnya, penulis Indonesia yang mengembangkan genre beragam seperti thriller/misteri dan fantasi baru sedikit sekali diketahui oleh masyarakat internasional. Sudah begitu banyak buku-buku asing yang diterbitkan di dalam negeri. Buku-buku lokal juga harus memiliki akses yang sama di luar,” jelas Chandra.

Kami doakan, Chandra! []

Skip to content