Sebagai penulis, ia telah berkarier lebih dari seperempat abad. Puluhan karya dengan beragam genre telah ia lahirkan. Berbagai penghargaan juga telah ia raih. Tak heran, tahun lalu Ikapi menganugerahkan dirinya sebagai Writer of the Year Ikapi Awards yang penganugerahannya dilakukan pada Opening Ceremony Indonesia International Book Fair 2023. Ikapi berbincang beragam hal terkait buku, minat baca, hingga kiat menulis dengan perempuan kelahiran Padangpanjang, 18 Agustus 1980 ini.
Penulis beragam genre
Penulis yang akrab disapa Maya ini surprised saat mendapat kabar dirinya terpilih sebagai Writer of the Year Ikapi Award 2023. Menurut Maya, ia mengikuti Ikapi Awards dan tahu para penerimanya. “Saya terkesan pada upaya yang dilakukan Ikapi dalam mengapresiasi kerja-kerja kreatif insan perbukuan,” kata Maya yang telah sejak tahun 2004 telah menulis 37 judul buku beragam jenis dan genre.
Maya memang suka menulis aneka genre buku. Ia mengaku sebagai penulis prolifik yang menulis untuk menyampaikan apa yang ada di pikirannya. “Jika saat ini saya ingin menyampaikan sesuatu pada pembaca anak, maka saya akan menulis buku untuk mereka.”
Soal buku anak, Maya pernah memenangkan kompetisi menulis, di antaranya: Pemenang Favorit Lomba Novel Anak Mizan (2005), Pemenang 2 Lomba Menulis Novel Anak Indiva (2019), dan Pemenang 1 Lomba Menulis Novel Anak Indiva (2021). Penulis yang saat ini tinggal di Yogyakarta juga pernah dinominasikan dalam penghargaan Fiksi Anak Terbaik Islamic Book Fair Award tahun 2014 dan 2023, serta nominasi Fiksi Anak Terbaik Scarlett Pen Award (2024).
Baca juga: Peraih Ikapi Awards 2023
Indonesia kekurangan buku yang sesuai untuk setiap orang
Keaktivan Maya dalam menulis buku merupakan salah satu upayanya menghadirkan banyak buku. Maya menyadari, kultur membaca masyarakat Indonesia memang masih rendah. Menurutnya, membaca merupakan bagian dari aktivitas berpikir. Aktivitas berpikir memerlukan suatu kemampuan untuk memahami makna yang diantarkan teks. “Jika seseorang tidak terbiasa berada di lingkungan literat, maka akan tidak mudah bagi dia untuk mulai membaca buku,” ungkap ibu dari dua orang putri ini.
Oleh karena itu, menurut Maya, problem utama Indonesia adalah kurangnya buku untuk semua orang. Problem tersebut memiliki problem turunan, yaitu kurangnya buku yang sesuai untuk setiap orang.
“Sebuah buku yang dianggap bagus oleh A, boleh jadi tidak menarik bagi B dan C. Hal ini karena latar setiap orang berbeda. Maka, kita butuh dua hal, yaitu buku yang banyak dan buku yang sesuai. Jika kita punya banyak buku, kita bisa memiliki pustaka publik di banyak daerah. Dengan demikian atmosfer literat akan terbangun. Kalau bukunya banyak, maka besar kemungkinan akan ditemukan buku-buku yang sesuai. Jadi, minat baca rendah ini sebenarnya ujung dari persoalan-persoalan di atas. Untuk memecahkan masalah ini, kita perlu memperbanyak buku-buku bagus,” jelas Maya.
Dalam rangka memperbanyak buku-buku yang bagus dan sesuai untuk banyak orang, Maya juga terlibat sebagai mentor penulisan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Awalnya tahun 2022 saya diminta sebagai salah satu mentor penulisan modul-modul belajar Kurikulum Merdeka. Lalu perlahan dilibatkan pada lebih banyak kegiatan, seperti menyusun materi-materi advokasi program pemulihan literasi Kemendikbud, hingga diminta untuk menjadi mentor penulisan buku-buku model Kemendikbud,” tutur alumnus Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat.
Baca juga: Ary Nilandari, Penulis yang Kebanyakan Ide dan Sering Keasyikan Meriset
Perlu upaya menjadikan literat sebagai karakter anak-anak
Menghadirkan lebih banyak buku memang bukan satu-satunya solusi agar minat dan budaya membaca terbentuk dalam masyarakat Indonesia. Menurut Maya, kita juga perlu upaya-upaya untuk menjadikan literat sebagai bagian dari karakter masyarakat, yang tentunya dimulai sejak dini. “Kita perlu melakukan refleksi diri, sudahkah kita melalui lima tahapan untuk menanamkan karakter literat dalam diri anak-anak?”
Lantas Maya menjelaskan lima tahapan tersebut. Pertama, dikenalkan pada buku. Kedua, diajak untuk rutin membaca. Ketiga, bangun atmosfer baca sehingga kegiatan menjadi kebiasaan. Keempat, kalau sudah jadi kebiasaan maka akan jadi budaya, sehingga mudah bagi anak masuk ke tahap lima, yaitu memiliki karakter literat.
“Coba tengok pustaka sekolah anak-anak kita, sudahkah terisi buku-buku bagus? Coba lihat kegiatan belajar anak-anak kita, sudahkah buku-buku nonteks pelajaran menjadi pengayaan? Coba lihat rumah kita, sudahkah memiliki buku-buku untuk anak-anak baca? Coba lihat diri kita, sudahkah kita membangun kebiasaan membaca itu dalam keluarga kita?” ujar Maya. Ia kemudian melanjutkan bahwa anak-anak dipengaruhi oleh nurture alias pengasuhan. Jika dalam lingkungan tumbuhnya ia tidak diarahkan dengan buku, tidak mungkin anak jadi suka membaca. “Anak enggak bisa disuruh baca, terus tiba-tiba jadi suka baca. Gemar membaca itu dibangun tahunan dengan kesabaran dan ketekunan orang dewasa di sekelilingnya,” tandas Maya yang menerapkan homeschooling untuk anak-anaknya.
Homeschooling yang dilakukan Maya berawal dari anak sulungnya yang mogok sekolah saat kelas 3 SD. “Dia bilang karena tidak bisa mempelajari yang dia inginkan kalau sekolah. Saat dia masih ingin mempelajari sesuatu, pelajaran sudah ganti, saat dia sudah paham sesuatu, dia masih harus mempelajari itu. Sehingga dia bosan. Akhirnya ya sudah, homeschooling saja, belajar sama saya.”
Tentunya banyak tantangan yang Maya hadapi saaat menerapkan homeshooling. “Tantangan paling besar terjadi di awal homeschooling karena saya masih meraba apa yang mesti dipelajari anak saya dan bagaimana cara mempelajarinya. Setelah setahun berjalan, saya mulai paham polanya. Selepas itu, kegiatan belajar berjalan lebih mudah,” kata Maya.
Baca juga: Peraih ikapi Awards Dari Tahun ke Tahun
Tentang buku anak yang baik
Maya telah menulis banyak buku anak. Lantas, seperti apa buku anak yang baik? Sebelum menjawab, Maya menuturkan kisah masa kecilnya. “Waktu masih kecil sekali, saya membaca kisah anak petani murbei melawan naga. Kisah itu membantu saya untuk tetap berpikir positif saat sedang down, entah karena gagal atau menerima rundungan. Lalu saat SD, saya banyak membaca kisah anak-anak tangguh saat perang kemerdekaan. Cara mereka menghadapi kemalangan ikut membangun persistensi dalam diri saya,” kenang Maya. Menurutnya, semua yang dibaca anak akan menjadi pupuk bagi jiwa anak. Yang terpenting adalah cara mengajarkannya tanpa menggurui.
Oleh karena itu, ada dua hal terkait buku anak yang baik menurut Maya. “Pertama, buku yang membantu anak meregulasi dirinya. Dalam hidup, anak-anak sering menghadapi banyak hal yang kadang tak semua mampu dia ceritakan. Buku-buku anak yang baik akan membantu dia menemukan cara menghadapi persoalannya. Kedua, buku yang imajinatif dan memperkaya kemampuan berpikirnya. Ini bisa dibangun melalui alur dan diksi yang baik,” jelas penulis yang memilki karya favorit, yakni The Lost Girl in Rome (Donato Carissi), Blindness (Jose Saramago), Samudera di Ujung Jalan (Neil Gaiman), Orang-Orang Sicilia (Mario Puzo), dan Seri Nagabumi (Seno Gumira Ajidarma).
Menulislah tanpa takut salah
Hal tersebut disampaikan Maya ketika ditanya kiat-kiat untuk menulis karya yang menarik. Maya mengungkapkan bahwa menulis melibatkan kemampuan berpikir yang baik. Untuk itu, Maya menyarakan agar calon penulis banyak belajar dari penulis-penulis yang baik.
“Baca karya-karya mereka. Menulislah tanpa takut salah. Karena saat kita mulai takut, saat itu pula kita memotong sayap kita. Semua penulis bagus pernah nulis jelek dan memalukan. Lewati saja fase itu dengan senang hati. Satu buku kita yang bagus biasanya berdiri di atas tumpukan karya-karya kita yang jelek, memalukan, yang penuh kritik, dan yang tidak selesai. Practice makes perfect,” tandas Maya yang berharap setiap sekolah di Indonesia memiliki buku-buku yang baik dan bagus untuk siswa-siswanya. “Pustaka adalah jantungnya sekolah. Jika bagus pustaka dan program literasi sekolah-sekolah di Indonesia, maka 20 tahun ke depan kita akan punya generasi emas,” pungkas Maya. [Humas Ikapi]
Prestasi Kepenulisan Maya Lestari Gf
- Nominasi Fiksi Anak Terbaik Scarlett Pen Award (2024)
- Writer of the Year Ikapi Awards (2023)
- Nominasi Fiksi Anak Terbaik Islamic Book Fair Award (2014 dan 2023)
- Nominasi Fiksi Dewasa Terbaik Islamic Book Fair Award (2018)
- Pemenang 1 Lomba Menulis Novel Anak Indiva (2021)
- Pemenang 2 Lomba Menulis Novel Anak Indiva (2019)
- Pemenang 1 Lomba Penulisan Pendidikan Keluarga (2019)
- Pemenang I Lomba Blog Pendidikan Keluarga, Kemendikbud (2017)
- Penerima Anugerah Literasi Minangkabau (2017)
- Pemenang Lomba Novel Amore Gramedia (2014)
- Pemenang 3 Lomba Novel Remaja Bentang Pustaka (2013)
- Pemenang Lomba Novel Inspiratif Indiva (2015)
- Pemenang Favorit Lomba Cerpen Rohto (2011)
- Pemenang Favorit Lomba Menulis Novel Remaja Mizan (2005)
- Pemenang Favorit Lomba Menulis Novel Anak Mizan (2005)
- Pemenang Favorit Lomba Menulis Cerpen Forum Lingkar Pena (2004)
- Pemenang 3 Lomba Menulis Cerpen Majalah Annida (2004)
Buku-buku karya Maya Lestari Gf
- Kutukan Pitopang (2004)
- It’s My Solitaire (2005)
- Denting Dua Hati (2005)
- Ken (2005)
- Farewell Party (2005)
- Kupu-Kupu Fort de Kock (2013)
- Serial Attar (2013)
- Amazing Fables (2013)
- Love, Interrupted (2014)
- Labirin Sang Penyihir (2014)
- Cinta Segala Musim (2015)
- Blueberry untuk Pauli (2015)
- Asal Usul Sarilamak (2016)
- Pada Suatu Senja Aku Jatuh Cinta (2016)
- Habibie Ya Nour El Ayn (2017)
- Jejak Cinta (2017)
- 17 Tahun (2018)
- Tujuh Puisi Cinta Sebelum Perpisahan (2018)
- Dentang Ketiga Belas (2019)
- Bara Atreya (2020)
- Ibuku Pahlawan (2020)
- Negeri di Celah Tembok (2020)
- Parkir dan Cerita-Ceritany (2020)
- Menulis Kreatif untuk Anak (2020)
- Festival Bau Nyale (2021)
- ArRazi Membangun Rumah Sakit (2021)
- Nano si Robot Kecil (2021)
- Menolong Paus di Lembata (2021)
- Perjalanan Istimewa (2021)
- Smong (2021)
- Jejak 25 Nabi dan Rasul (2021)
- Kereta Malam Menuju Harlok (2021)
- Peta Rahasia Neha (2023)
- Sang Pemimpi Besar (2023)
- Gelombang Ajaib Yuyun (2023)
- Hari Pertama Pergi Mengaji (2023)
- Atlas Sejarah Islam (2024)