Sejak tahun 1995, UNESCO telah menatapkan tanggal 23 April sebagai World Book & Copyright Day (Hari Buku & Hak Cipta Sedunia). Bukan tanpa alasan UNESCO menggandengkan “buku” dengan “hak cipta”. Hal itu sebagai penghargaan (tribute) bagi buku dan para penulisnya. Bagaimana pendapat Ketua Umum Ikapi, Arys Hilman Nugraha mengenai Hari Buku & Hak Cipta Sedunia tahun 2024? Simak pada pernyataan berikut.

***

Buku dan hak cipta tidak bisa dipisahkan. Pada setiap judul buku, didaftarkan ataupun tidak, terkandung hak cipta milik penulis atau kreatornya. Hak cipta ini mengandung hak moral dan hak ekonomi para kreator. Hak ini serta-merta hadir sejak buku terbit dan hukum Indonesia secara otomatis melindunginya. Jreng. Tak perlu pencatatan terlebih dahulu.

Sayangnya, masyarakat kita sangat permisif terhadap pelanggaran hak cipta. Buku dibajak sesuka hati, digandakan di kampus-kampus, pdf-nya dibagi-bagikan atau dijual secara ilegal dengan harga lebih murah dibandingkan cilok.

Masyarakat permisif terhadap buku bajakan, pemerintah tutup mata, sementara para penyedia platform penjualan daring (lokapasar) pura-pura tidak tahu rak toko mereka penuh buku ilegal. Buku hanya dihargai sebagai barang cetakan, terdiri dari kertas dan tinta. Isinya tidak punya nilai ekonomi, diasumsikan harus gratis. Jika tidak, maka penulis atau penerbit dituduh tidak kreatif mengembangkan model bisnis baru.

Baca juga: Pembajakan Buku Membunuh Kreativitas

Berhulu dari buku, kiengenal banyak karya hilir industri kreatif seperti film, animasi, musik, action figure, merchandise, kuliner, bahkan mewujud dalam destinasi wisata dan experience.

Sayangnya, dengan penghargaan terhadap hak cipta yang amat rendah di negeri kita, jadi sulit berharap perbukuan kita dapat tumbuh sehat dan turut berkontribusi dalam arena industri kreatif.

Industri buku menyumbang Rp 69 triliun GDP nasional per tahun, namun perhatian terhadap buku tak sebanding dengan kontribusi tersebut. Dunia perbukuan nasional sedang tersungkur. Siapa yang peduli? Tahun lalu, tutupnya Gunung Agung, jaringan toko buku tertua yang didirikan pada awal kemerdekaan RI dan melibatkan para founding father bangsa kita, tak ada yang menangisi. Tidak juga para calon presiden. []

Baca Juga: Deklarasi Anti Buku Bajakan di Yogyakarta, Butuh Sinergi Banyak Pihak