Setelah terpilih menjadi tamu kehormatan (guest of honor/GoH) pada ajang Frankfurt Book Fair 2015, tak ada jalan mundur bagi Indonesia untuk menjadi pemain penting perbukuan internasional. Komunitas perbukuan dunia telah menandai negeri kita dan dengan cermat mencari tahu apa yang bisa mereka dapatkan dari negara ASEAN pertama yang menjadi GoH pada pameran buku terbesar sejagat itu.

Rasa ingin tahu mereka menguat karena pada 2019 Indonesia juga menjadi negara market focus pada ajang London Book Fair 2019 yang tidak kalah bergengsi. Kemudian, pada 2022, Jakarta menjadi tuan rumah Kongres ke-33 Asosiasi Penerbit Buku Internasional (IPA), kegiatan yang dihadiri ratusan peserta dari hampir 70 negara.

Pada 2023 ini, Indonesia kembali menggenapi kiprah internasionalnya dengan hadir di Frankfurt Book Fair, 18-22 Oktober. Ini ikhtiar penting dan tepat karena negeri kita harus menjawab rasa ingin tahu bangsa-bangsa lain tentang buku-buku Indonesia. Apalagi negeri kita memiliki lebih dari 700 bahasa daerah dan sekira 1.300 suku bangsa yang menjadi sumber tak berbatas bagi keanekaragaman isi buku-bukunya.

Pada tahun ketika Indonesia menjadi GoH di Frankfurt, buku Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Bukan yang pertama, karena pada 2006 buku tersebut sudah dialihbahasakan ke dalam Bahasa Jepang. Pada 2017, Kemendikbud mendanai penerjemahan buku tersebut ke dalam Bahasa Jerman dan Prancis. Sekarang, buku tersebut telah hadir dalam 39 bahasa dan meraih aneka penghargaan internasional.

Eka tidak sendirian. Ada Laskar Pelangi karya Andrea Hirata memunyai jumlah edisi bahasa asing yang sebanding dengannya dan hadir di 130 negara. Kita juga masih memiliki tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, Pulang dan Laut Bercerita karya Leila S Chudori, atau Gadis Kretek karya Ratih Kumala yang menggaet pengakuan internasional. Ratusan judul lain telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing melalui dana penerjemahan dari pemerintah.

Setiap buku mewakili bangsa pemiliknya sekaligus cermin cara pikir masyarakatnya. Ia turut menentukan marwah kebudayaan sebuah bangsa dalam pergaulan di antara bangsa-bangsa lainnya. Don’t judge a book by its cover. Tapi sebaliknya, dari sebuah buku, kita bisa menilai sebuah bangsa.

Indonesia tak dapat menghentikan apa yang telah dimulai. Cermin terbaik ada pada Korea, Turki, dan Jepang yang berhasil memanfaatkan momentum panggung Frankfurt atau London dengan memperkokoh infrastruktur perbukuannya. Ketika mata dunia mengerling, mereka telah siap. Buku-buku mereka telah hadir dalam bahasa internasional, dukungan penerjemahan telah siaga, ekosistem perbukuan dibangun, dan minat baca dikembangkan.

Korea baru pada 2005 menjadi tamu kehormatan di Frankfurt, namun sejak 1996 sudah memiliki Korean Literature Translation Fund. Bahkan sejak 2001, program itu lebih solid dalam bentuk Literature Translation Institute of Korea.

Sejak 2017, Indonesia memiliki Undang-undang No. 3 tentang Sistem Perbukuan. Meski dengan penekanan pada ekosistem perbukuan yang amat mementingkan peran para pelakunya, undang-undang ini juga menyebutkan tanggung jawab pemerintah untuk mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia ke khasanah budaya dunia melalui buku. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) berharap tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara konsisten, baik melalui panggung pameran seperti Frankfurt Book Fair maupun dalam kegiatan internasional sejenis di Tanah Air seperti Indonesia International Book Fair (IIBF).

Hadir membawa tema “Buku Bermutu untuk Literasi Indonesia”, stan Indonesia di Frankfurt tempat Ikapi turut berpartisipasi hendak menunjukkan upaya-upaya pengembangan ekosistem perbukuan yang berfokus pada peningkatan kualitas para pelakunya (penulis, editor, penerjemah, penyadur, desainer, ilustrator, penerbit, pengembang buku elektronik, percetakan, dan toko buku). Buku bermutu sebagai muara dari upaya itu tidak saja menjadi modal bagi literasi bangsa kita, melainkan turut mewarnai peradaban dunia.

Arys Hilman,
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi)

Baca juga: Indonesia Akan Kembali Hadir di Frankfurt Book Fair 

Skip to content