Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) adalah organisasi profesional penerjemah dan juru bahasa yang hampir berusia setengah abad. Tepatnya, HPI dibentuk 5 Februari 1974. Pada tahun-tahun awal berdirinya, anggota HPI sebagian besar terdiri atas penerjemah buku.
Setelah sempat ‘mati suri’ beberapa lama, HPI dihidupkan kembali pada tahun 2000 di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Benny H. Hoed. Pada masa itu, HPI memperlebar cakupan keanggotaannya dengan memasukkan penerjemah dokumen dan juru bahasa. Dilakukan pula pergeseran program kerja yang tidak lagi sekadar mencarikan pekerjaan bagi anggotanya, melainkan lebih menekankan pada peningkatan mutu penerjemah dan juru bahasa.
Pada 20 Juni 2023, HPI bersilaturahmi ke kantor Ikapi. Hendarto Setiadi (Ketua Dewan Penasihat dan Kepatuhan HPI), Indra Listyo (Ketua Umum HPI), dan Anna Wiksmadhara (Sekretaris Umum HPI) ditemui oleh Arys Hilman (Ketum Ikapi), Mappa Tutu (Waketum Ikapi Bidang Organisasi & Pengembangan Penerbit, Wedha Stratesti ((Waketum Ikapi Bidang Kerja Sama dan Hublu), dan Atiya Isfahani (Kepala Bidang Pameran Ikapi).
Perbincangan hangat mengemuka seputar kondisi industri perbukuan saat ini, mulai dari minat baca, tutupnya beberapa toko buku jaringan, akses masyarakat terhadap buku, hingga pembajakan buku dan penyebaran pdf illegal. Selain itu tentu saja pembicaraan tentang peluang kerja sama terkait penerjemahan.
Baca juga: Perempuan Dalam Industri Penerbitan di Asia Tenggara
Indra Listyo, Ketua Umum HPI, menyebutkan bawah HPI memiliki 11 komisariat daerah (semacam cabang, ed.) dari Sumatera sampai Sulawesi. Kegiatan rutin HPI seputar dalam bidang penerjemahan, bahasa, dan aspek-aspek yang melingkupi penerjemahan. HPI juga telah bekerja sama dengan berbagai instansi dan perguruan tinggi. Khusus mengenai kerja sama dengan perguruan tinggi, karena kampus-kampus belum terfokus untuk pembelajaran penerjemahan, sehingga ada gap dalam industri penerjemahan.
Menurut Arys Hilman, Ikapi berharap penerjemahan berlaku dalam ke luar dan dari luar ke dalam, bukan hanya penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Sebab, penerjemahan buku dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa lain juga merupakan amanat UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Apalagi salah satu dari 10 pelaku perbukuan yang tercantum dalam UU adalah penerjemah.
Tiga tahun lalu, lanjut Arys, Ikapi pernah mendapat dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk penyelenggaraan Indonesia Partnership Program (IPP), tapi hanya sekali penyelenggaraan saja. IPP bertujuan untuk mempertemukan dan membangun kerjasama antara penerbit Indonesia dan penerbit internasional dengan goals terjadinya transaksi penjualan hak cipta buku Indonesia ke luar negeri. Selain itu juga memperkenalkan Indonesia sebagai “marketplace for copyrights exchange” khususnya di kawasan Asia Pasifik.
HPI sendiri, menurut Hendarto Setiadi, berencana menerbitkan direktori penerjemah, sehingga masyarakat yang membutuhkan mendapat informasi valid mengenai penerjemah yang kompeten. Secara rutin HPI juga melakukan Tes Sertifikasi Nasional untuk anggota HPI, sehingga ada standar terkait SDM penerjemahan.
Semoga silaturahmi HPI dengan Ikapi ini akan membuka peluang kerja sama yang lebih erat.[]
Baca juga: Para Pencuri Buku
Baca juga: Masa Depan Buku di Indonesia, Adaptasi Digitalisasi, dan Tantangan Pembajakan