Keterlibatan perempuan dalam industri penerbitan bukan hal yang aneh dan baru. Ada cukup banyak perempuan yang bahkan menduduki posisi manajemen dan penting dalam sebuah perusahaan penerbitan. Namun, seperti apa peran mereka dan tantangan apa saja yang dihadapi?

Hal tersebut dibincangkan dalam diskusi panel bertema Women in South East Asia Publishing Industry yang diselenggarakan PublisHer pada 31 Mei 2023 di Kuala Lumpur International Book Fair. Tiga perempuan Indonesia dan satu dari Malaysia berbagi pengalaman, yakni Lucya Andam Dewi (CEO Penerbit Bumi Aksara yang juga pernah menjadi Ketua Ikapi DKI Jakarta dan Ketua Umum Ikapi Pusat periode 2010-2015), Nova Rasdiana (Direktur Gramata Publishing, Sekretaris Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia yang juga pernah menjadi pengurus Ikapi), Firdaus Hussamudin (CEO Grup Buku Karangkraf Malaysia), dan Rosidayati Rozalina (Direktur Penerbit Mekar Cipta Lestari, Anggota Dewan Pertimbangan Ikapi, yang juga pernah menjadi Ketua Umum Ikapi periode 2015-2020).

Nova Rasdiana mengatakan saat pertama kali terjun di dunia penerbitan, ia sama sekali tidak memiliki pengalaman. Sebelumnya Nova berkarier di tempat lain secara profesional. Lalu, ia terpanggil kembali ke penerbit yang dimiliki oleh keluarganya. Awalnya Nova tidak mau mengurusi manajemen perusahaan, tetapi terjadi perubahan besar, sehingga ia diminta menjadi presiden perusahaan. Ia pun harus memperbaiki manajemen penerbit yang kala itu hanya punya satu komputer.

Baca juga: Derai Air Mata Perbukuan Tanah Air

Pengalaman Lucya Andam Dewi dalam dunia penerbitan juga tak jauh berbeda dengan Nova. Sebagai salah satu pendiri Penerbit Bumi Aksara, ia harus mengelola penerbit yang fokus pada buku pelajaran dan mengatasi segala permasalahan yang ada. Dari staf hanya berjumlah 6 ketika ia mendirikan, saat ini sudah berjumlah lebih dari 400 orang dan memiliki 6 imprint penerbitan.

Sementara itu, Firdaus Hussamudin sebelum memimpin salah satu grup penerbitan terbesar di Malaysia, ia berkarier di sebuah bank internasional. Saat bergabung di perusahaan penerbitan ia memulai karier dari bawah, mengantar majalah dari rumah ke rumah dan mendistribusikan produk Karangkraf dari satu terminal/stasiun ke terminal/stasiun lainnya.

Baca juga: Masa Depan Toko Buku, Penulis, dan Penerbit

Foto: blj.co.id

Tantangan lain dihadapi Lucya Andam Dewi dan Rosidayati Rozalina saat menjadi Ketua Umum Ikapi. Pada periode kepemimpinan Lucya, Indonesia menjadi Guest of Honour (Tamu Kehormatan) pada pameran terbesar di dunia, Frankfurt Book Fair. Tak mudah meyakinkan Pemerintah Indonesia untuk mendukung perhelatan yang penting bagi Indonesia. Setelah akhirnya disetujui dan terlaksana sukses pada Oktober 2015, perhelatan tersebut menjadi tonggak pengembangan literasi Indonesia. Karya-karya penulis Indonesia makin dikenal dan penjualan hak cipta karya Indonesia meningkat.

Sementara itu, di masa kepengurusan Rosidayati sebagai Ketua Umum Ikapi, Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Namun, jalan menuju perancangan UU hingga akhirnya diresmikan, tidak mudah dan penuh tantangan. Ida, panggilan akrab Rosidayati, harus menjalin dan melakukan pembahasan dengan berbagai stake holder perbukuan untuk menggolkan UU tersebut.

Lantas, apalagi sebagai perempuan, ada perbedaan dalam peran di industri penerbitan? Bagi Firdaus, gender sebenarnya bukan masalah dalam industri penerbitan. Hal ini diaminkan oleh Nova Rasdiana. Menurutnya, lelaki dan perempuan sama saja. Masing-masing harus punya kompetensi, lalu bersama-sama melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi masing-masing.[]

Baca juga: Peraih Ikapi Awards dari Tahun ke Tahun
Baca juga: Para Pencuri Buku